Selasa, 16 Desember 2014

Proposal

EFEKTIFITAS PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN 
MENENGAH (UMKM) MELALUI PEMBIAYAAN DENGAN 
PRINSIP BAGI HASIL OLEH LEMBAGA BAITUL 
MAL KOTA LHOKSEUMAWE

PROPOSAL
Diajukan Oleh :
                                                    
CUT ERNA
       
                                              
Mahasiswa Jurusan Syariah
Prodi   : Ekonomi Islam
Nim : 111205417








SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE
2014 / 2015




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan pesatnya Kemajuan ekonomi bisnis didunia pada umumnya dan pada khususnya, bisnis perbankan tumbuh menjadi semakin beraneka ragam jenisnya. Beraneka ragam pula jasa-jasa dan semakin canggih pula fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh Bank, Sehingga banyaknya lembaga keuangan yang tersebar di Lhokseumawe, yang merupakan belum mencapainya kondisi yang ideal jika diamati secara teliti. Hal ini terlihat dari banyaknya lembaga keuangan mikro yang hanya mengejar target pendapat masing-masing, sehingga tujuan yang lebih besar sering terabaikan, khususnya dalam pengembangan ekonomi masyarakat bawah. Padahal, lembaga keuangan mikro mempunyai posisi strategis dalam pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah. Dalam kondisi yang demikian inilah Baitul Mal Kota Lhokseumawe muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat kelas bawah.
Partisipasi dari seluruh elemen dinegara sangat diperlukan, baik pemerintah, masyarakat Kota Lhokseumawe, dunia usaha, serta lembaga keuangan dalam mewujudkan tujuan tersebut. Krisis ekonomi yang mendera bangsa kita mulai pertengahan 1997 hingga beberapa tahun ini yang kemudian berkembang menjadi resiko kerentuhan yang besar dikala krisis melanda. Hal ini terbukti dengan banyaknya kegiatan usaha skala besar yang harus gulung tikar dengan meningalkan beban pengangguran yang tidak sedikit. Peristiwa ini membuka mata pemerintah Indonesia berkaitan dengan timpangnya struktur usaha (industi) yang terlalu memihak pada industri besar. Disisi lain, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang tumbuh ditengah masyarkat secara spontan justru menunjukan  daya tahan yang lebih tinggi dan menjadi penyangga kehidupan jutaan jiwa Penduduk Kota Lhoksemawe. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dari perkonomian suatu Negara ataupun daerah. Pada awalnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dilihat hanya sebagai sumber penting kesempatan kerja dan motor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi didaerah Kota Lhokseumawe.[1]
Kegiatan Usaha Mikro, kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang dapat berkembang dan konsisten dalam perekonomian Kota Lhokseumawe. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi wadah yang baik bagi penciptaan lapangan pekerjaan yang produktif. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan usaha yang bersifat padat karya, tidak membutuhkan persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan, keahlian (keterampilan) pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit serta teknologi yang digunakan cenderung sederhana. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih memegang peranan penting dalam perbaikan perekonomian di Kota Lhokseumawe, baik ditinjau dari segi jumlah usaha, segi penciptaan lapangan kerja, maupun dari segi pertumbuhan ekonomi.  Melihat kedudukannya yang cukup strategis, lembaga Baitul Mal Kota Lhokseumawe diharapkan mampu menjadi pilar penyangga utama sistem ketahanan ekonomi masyarakat Kota Lhokseumawe.
Dari kenyataan tersebut, Baitul Mal memerlukan strategi yang tepat untuk merumuskan solusi “Efektifitas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Melalui Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga Baitul Maal Kota Lhokseumawe”, Strategi itu diharapkan menjadi salah satu alat untuk membangun kembali kekuatan ekonomi rakyat yang berakar pada masyarakat dan mampu memperkokoh sistem perkonomian Kota Lhokseumawe, sehingga problem kemiskinan dan tuntutan kesejahteraan ekonomi di masyarakat secara berangsur-angsur dapat teratasi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Efektifitas Penerapan dan Mekanisme Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Melalui Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga Baitul Mal Kota Lhokseumawe ?
2.      Apakah Efektifitas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Dengan Pembiayaan Prinsip Bagi Hasil Yang Dilakukan Oleh Lembaga Baitul Mal Kota Lhokseumawe Sudah Efektif  ?

C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitan yang penulisan lakukan ini adalah:
a)      Mengetahui lebih jelas Kontribusi pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui pembiayaan dengan prinsip bagi hasil oleh Lembaga Baitul Mal Kota Lhokseumawe.
b)      Mengetahui prosedur efektifitas penerapan dan mekanisme pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dilakukan  oleh lembaga baitul dalam peningkatan pendapatan.
2.      Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat membawa daya guna bagi kedua belah pihak yang berkaitan, yakni sebagai berikut:
a)      Manfaat Secara Praktis
1)      Sebagai bahan masukan dari pertimbangan bagi mahasiswa syari’ah dan sebagai referensi penelitian selanjutnya.
2)      Dapat menambah wawasan penulis dalam mendalami hasil penelitian.
3)      Dapat meningkatkan penilaian efektifitas yang sudah disalurkan kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
b)      Manfaat Secara Teoritis
1)      Sebagai upaya untuk membandingkan teori yang penulis peroleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang terjadi.
2)      Dapat dijadikan sebgai penguatan referensi yang penulis ambil dari para ahli seperti buku yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.
3)      Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian ilmiah yang berhubungan dengan penelitian.

D.    Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam menafsirkan arti atau makna dari istilah yang digunakan dalam proposal penelitian ini, maka dipandang perlu penjelasan istilah-istilah yang dianggap penting agar tidak menimbulkan salah pengertian. Adapun istilah yang dipandang perlu dijelaskan adalah:
1.      Efektifitas
Efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti ada efeknya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya). Menurut kamus ensiklopedia Indonesia efektifitas adalah menunjukkan taraf terciptanya suatu tujuan, sehingga efektifitas berarti suatru tahapan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan.
2.      Pemberdayaan
Pemberdayaan berasl dari kata “daya” yang mendapat awalan ber, yang menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya, dan kekuatan.
3.      Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 termasuk tanah dan bangunna tempat usaha atu mermiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimilik, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang diiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan yakni dengan kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500..000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
4.      Baitul Mal
Menurut bahasa, Baitul Mal memiliki arti Baitul, artinya rumah atau bangunan dan Maal artinya harta. Dapat dikatakan Baitul Maal adalah rumah untuk menyimpan harta. Sesuai dengan namanya, Baitul Maal digunakan sebagai tempat untuk menyimpan harta-harta pendapatan kaum muslim pada zaman dulu.
5.      Pembiayaan
Secara etimologi pembiayaan berasal dari kata biaya, yaitu membiayai kebutuhan usaha.[2] Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 06/per/M.KUKM/I/2007 tentang petunjuk teknis program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro  pola syariah bahwa pembiayaan adalah kegiatan penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara koperasi dengan anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya yang mewajibkan penerimaan pembiayaan itu untuk melunasi pokok pembiayaan yang diterima kepada pihak koperasi sesuai akad dengan pembayaran sejumlah bagian hasil dari pendapatan atau laba dari kegiatan yang dibiayai atau penggunaan dana pembiayaan tersebut.

E.     Kajian Terdahulu
1.      Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Sayuti Fitriani (2008) dalam penelitian yang berjudul “Hubungan Kredit Usaha Baitul Mal dengan Pendapatan Usaha Mikro di Kabupaten Aceh Utara, dalam penelitian tersebut ia mengungkapkan bahwa lembag keuangan syariah seperti Baitul Mal dapat membangun keswadayaan masyarakat dan pengorganisasian kelembagaan LKM syariah dan kelompok-kelompok usaha mikro yang mandiri, berkelanjutan dan menepatkan akses yang lebih mudah sehingga masyarakat miskin dan usaha mikro mampu menjangkau peluang, mengembangkan sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi masyarakat miskin dan usaha mikro serta lembaga-lembaga pendukung pengembangannya dan mendorong terwujudnya kebijakan publik yang mendukung pada peningkatan akses masyarakat miskin dan usaha mikro kepada sumber daya ekonomi melalui pengembangan lembaga keuangan syariah. Mengembangkan lembaga-lembaga pendukung Infrastruktur dalam pengembangan kualitas dan kuantitas lembaga keuangan serta layanan pengembangan usaha mikro mengembangkan pemberdayaan sosial masyarakat yang terpadu dalam aspek usaha ekonomi Produktif (UEP), dan usha kesejahteraan sosial (UKS) pada berbagai kelompok masyarakat.[3]
2.      Jannes Situmorang (2008) mengemukakan bahwa iklim usaha yang tidak kondusif dapat mempengaruhi produktifitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) seperti rendahnya kualitas SDM Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari aspek pendidikan dan pengetahuan tentang inovasi di bidang produksi, kesulitan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk mengembangkan sektor permodalan mereka sehingga kecil sekali peluang untuk meningkatkan investasi mereka, rendahnya kualitas produk teknologi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam memperbaiki kualitas produk mereka, serta kelemahan akses terhadap pasar sebagai akibat dari kurangnya kemampuan dalam menangkap informasi pasar.[4]
3.      Edy Suandi Hamid (2011) menggali berbagai informasi yang berkaitan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam rangka memberi rekomendasi pengambilan kebijakan pengembangannya. Permasalahan yang diperoleh diantaranya yaitu kesulitan dalam memperluas pangsa pasar, terbatasnya ketersedian sumber dana untuk pengembagan usaha, kurangnya kemampuan SDM dalam melakukan inovasi serta keterbatasan teknologi, kelemahan dalam membeli bahan baku serta peralatan produksi, kondisi ekonomi dan infrastruktur yang buruk.[5]
4.      Ismuriadi (2009) dalam penelitian yang berjudul “Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat”, Menyatakan bahwa usaha mikro merupakan usaha yang banyak dijalankan oleh masyarakat kalangan bawah, siapapun dapat memasuki usaha mikro dengan modal yang relatif kecil tanpa keahlian khusus. Perspektif lama menyatakan bahwa masyarakat kecil dianggap tidak akan mampu melakukan kegiatan usaha finansial dengan menerapkan prinsip ekonomi yang menguntungkan, menurut berpandangan semacam ini kegiatan finansial usaha mikro merupakan aktifitas ekonomi recehan yang tidak ekonomis dan sulit untuk mendapatkan keuntungan, Oleh karena itu pemberian jasa finansial bagi usaha miskin lebih dipandang sebagai usaha sosial yang tidak dapat berjalan sesuai ekonomi masyarakat miskin ini mengakibatkan munculnya kebijakan  yang mengabaikan berkembangnya pembiayaaan bagi usaha mikro.[6]


BAB II
Landasan Teoritis

A.    Konsep Efektivitas
1.      Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata “efektif” yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sengaja dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (view point).[7]
Efektivitas dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan rumusan sebagai berikut:
a)      Jika Output Aktual berbanding Output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan satu, maka akan tercapai efektivitas.
b)      Jika Output Aktual berbanding Output yang ditargetkan kurang dari pada satu, maka efektivitas tidak tercapai.


2.      Efektivitas Dalam Ekonomi Islam
Dalam kajian ekonomi islam, efektivitas yang ditekankan adalah terciptanya pemerintah dsitribusi pendapatan dan bagaomana sebenarnya kepedulian agama islam terhadap fakir miskin, seperti tercantum dalam Surat Al-Hasyr Ayat 7.
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ  
Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.[8] (QS Al-Hasyr 7)

Menurut Yusuf Qardhawi, Sistem Ekonomi Islam tidak berbeda dengan sistem ekonomi lainnya, dari segi bentuk, cabang, rincian, dan cara pengaplikasian yang beraneka ragam, tapi menyangkut gambaran global yang mencakup pokok-pokok tujuan, kaidah-kaidah pasti, arahan-arahan. Prisip yang mencakup sebagian cabang penting yang bersifat spesifik ada perbedaannya. Hal itu karena sistem islam selalu menetapkan secara global dalam masalah-masalah yang mengalami perubahan karena perubahan lingkungan dan zaman. Sebaliknya menguraikan secara rinci pada masalah-masalah yang tidak mengalami perubahan.[9]
3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas
Berdasrkan pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang telah ditemukan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah sebagai berikut:
a)       Adanya tujuan yang jelas
b)      Struktur organisasi
c)      Adnya dukungan atau partisipasi masyarakat
d)     Adanya sistem nilai yang di anut organisasi akan berjalan terarah jika memliki tujuan yang jelas.


B.     Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
1.      Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki definisi yang berbeda pada setiap literatur menurut beberapa instansi atau lembaga bahkan Undang-Undang. Sesuai dengan Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) didefinisikan sebagai berikut:
a)      Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
b)      Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan uasa yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
c)      Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan  atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 Pasal 6
1)      Kriteria Usaha Mikro yaitu:
·         Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
·         Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00
2)      Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
·         Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
·         Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00
Sedangkan Kriteria Usaha Menengah sebagai berikut:
·         Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
·         Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00

2.      Karakteristik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Sulistyastuti menyebutkan ada empat alasan yang menjelaskan posisi strategi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia Ssebgai berikut:[10]
a)      Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana perusahaan besar sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit usaha besar.
b)      Tenaga kerja yang diperlukan tidak menuntut pendidikan formal tertentu.
c)      Sebagian besar berlokasi di peedesaan dan tidak memerlukanInfrastruktur sebagaimana perusahaan besar.
d)     Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti memiliki ketahanan yang kuat ketika Indonesia dilanda Krisis Ekonomi.
3.      Kontribusi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kota Lhokseumawe
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kota Lhokseumawe memiiki peranan penting dalam perekonomian, terutama dalam kontribusinya terhadap pembiayaan. Mengingat pentingnya peranan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di bidang ekonomi, sosial, dan politik, maka saat ini perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diberi perhatian cukup besar di berbagai belahan jiwa.
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil merupakan perwujudan nilai dasar dari sistem hukum ekonomi islam, yaitu kerja sama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha yang mempunyai keahlian, keterampilan atau tenaga dalam melaksanakan unit-unit ekonomi atau usaha.[11]  Pemberian pembiayaan dengan prinsip bagi hasil kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menggunakan prosedur umum pembiayaan, mulai dari pengajuan disertai dengan penyertaan dokumen-dokumen yang diperlukan, terlebih karena pemberian pembiayaan adalah kepada suatu badan hukum.
4.      Peranan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Bidang Ekonomi Masyarakat Kota Lhokseumawe
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan ekonomi masyarakat Kota Lhokseumawe. Selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diharapkan mampu memanfaatkan sumber daya Nasional, termasuk pemanfaatan tenaga kerja yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimum.

5.      Peranan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Bidang Sosial Masyarakat Kota Lhokseumawe
Sulistyastuti (2004) berpendapat bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di Kota Lhokseumawe. Peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menegah dan besar, termasuk pemerintah lokal. Tujuan sosial dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah untuk menciptakan tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat.

C.    Gambaran Umum Baitul Mal Kota Lhokseumawe
1.      Sejarah Singkat Baitul Mal Kota Lhokseumawe
Baitul Mal merupakan konsep yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam pemberdayaan ekonomi umat, di Indonesia Baitul Mal mulai mendapat peran yang trategi membiayai Usaha Mikro sejak dirintisnya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) yang didirikan pada tanggal 13 Maret 1995 di Jakarta Oleh ketua Umum ICMI K. H. Hasan Basri (Alm). Prof. DR. B.J. Habibie, Zainul Bahal Noor, S. E. Ketua Umum MUI direktur utama Bank Muamalat. PINBUK didirikan karena adanya tuntutan yang cukup kuat dari masyarakat yang menginginkan adanya perubahan dalam struktur ekonomi  masyarakat  yang pada tahun 1995 dikuasai oleh beberapa gelintir golongan tertentu, utamanya dari ekonomi Konglomersi kepada ekonomi yang berbasis masyarakat banyak.
Baitul Mal adalah lembaga swadaya masyarakat, dalam pengertian didirikannya dan dikembangkan oleh masyarakat. Pendirian biasanya dilakukan dengan menggunakan sumber daya, termasuk dana atau modal dari masyarakat setempat itu sendiri. Pendirian Baitul Mal memang sering dibantu oleh pihak luar masyarakat lokal, namun dapat disebut sebagai bantuan teknis, bantuan teknis biasanya bersifat Konsepsional atau Stimulan, umumnya dilembaga atau asosiasi yang peduli Baitul Mal atau masalah Pemberdayaan Ekonomi Rakyat.[12]
Secara geografis pemerintah Kota Lhokseumawe terletak pada posisi 040 54018’ LU 96020’ BT yang diapit oleh selat malaka dan menempati bagian tengah Kabupaten Aceh Utara dengan luas 181.06 Km2. Lokasi Baitul Mal terletak di Islamic Center (Al-Markazul Islami) Jalan T. Hamzah Bendahara Kota Lhokseumawe.
Lahirnya Undang-undang no 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh lebih mempertegas nuansa otonomi yang bersifat khusus dan berbeda dibandingkan dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Hal ini terkait dengan karakter sejarah perjuang masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang yang tinggi dan bersumber dari pandangan hidup yang berdasarkan syariat islam. Kehidupan demikian menghendaki adanya implementasi format terhadap penegakkan syariat islam. Adapun tujuan penyusun Qanun tentang Baitul Mal adalah terciptanya salah satu kepastian hukum yang mengatur tentang pengelolaan zakat, harta wakaf dan harta agama oleh lembaga formal yang disebut Baitul Mal.
2.      Fungsi dan Tujuan Pendirian Baitul Mal Kota Lhokseumawe
            Badan Baitul Mal Kota Lhokseumawe mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan pengelolaan zakat dan pemberdayaan harta agama secara dengan hukum syariat islam, Jadi Baitul Mal tidak hanya mengelola zakat saja, tetapi juga bertugas memberdayakan harta agama lainnya misalnya harta wakaf, dan harta hibah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut maka Baitul Mal  memiliki fungsi:
a)      Pengumpulan Zakat
b)      Penyaluran Zakat
c)      Pendataan Muzzaki dan Mustahik
d)     Penelitian Tentang Harta Agama
e)      Pemanfaatan Harta Agama
f)       Peningkatan Kualitas Harta Agama
g)      Pemberdayaan Harta Agama sesuai dengan Hukum Syariat Islam
3.      Urgensi Pembiayaan Baitul Mal Untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Dilihat secara sepintas Baitul Mal merupakan lembaga keuangan yang mirip dengan Bank, dimana ia dapat mengumpulkan dana dari masyarakat dengan produk simpanan tabungannya, lalu menyalurkan dana tersebut melalui pembiayaan-pembiayaan. Namun karena landasan Filosofi dan ruang lingkup kerjanya berbeda jauh dari Bank, Maka Baitul Mal merupaka Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang memiliki karakteristik tersendiri.[13] Secara Konseptual, Baitul Mal memiliki fungsi lebih mengarah kepada usaha-usaha pengumpulan dana penyaluran dana non profit seperti zakat, infak, dan shadakah, serta mengoptimalkan distrubusinya sesuai dengan peraturan dan amanah.[14]
4.      Prosedur Penyaluran Pembiayaan Baitul Mal Terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Pembiayaan Baitul Mal adalah pemindahan dana kepada para peminjam didasarkan kepada kepercayaan antara kedua belah pihak dan berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam hutang atau pinjam setelah jangka waktu tertuntu, bahkan dengan jumlah bagi hasil yang telah ditetapkan atau disepakati, karena dalam pemberian pembiayaan mengandung resiko, pihak Baitul Mal harus aktif dalam memilih nasabah yaitu dengan penilaian dari prinsip-prinsip dalam pemberian kredit terdiri dari :
a)      Character/Watak
Character adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini calon debitur
b)      Capacity/Kemampua
Capacity adalah kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya mencari laba, sehingga pada akhirnya, dan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan
c)      Capital/Modal
Capitala adalah sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh Bank
d)     Condition Of Ekonomic/Kondisi Ekonomi
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk masa yang akan datang sesuai dengan sektor masing-masing.[15]
Kebanyakan Baitul Mal mampu dan bersedia membiayai usaha-usah baru yang sedang tumbuh dilingkungannya, hal semacam ini sangat jarang dikatakan oleh perbankan, baik yang konvensional maupun syariah. Perbankan biasanya lebih berminat membiayai usaha yang sudah mapan.[16]


BAB II
Metode Penelitian

A.    Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat atau saran untuk memperoleh data penelitian yaitu yang beralokasi di Baitul Mal Kota Lhokseumawe, Lokasi ini dipilih berdasrkan pengamatan bahwa Baitul Mal Kota Lhokseumawe mengelola masalah “Efektivitas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Melalui Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga Baitul Maal Kota Lhokseumawe”. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian.

B.     Jenis dan Pendekatan Penelitian
Pada Penelitian Ini, penelitian yang menjadi Instrumen utamanya. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana, pengumpulan, dan menganalisa data, penarik kesimpulan, dan pembuat laporan. Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research).
Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan, dan mengiterprestasikan kondisi hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat yang sedang terjadi atau kecenderungan yang sedang berkembang. Dalam penelitisn ini adalah menggambarkan dengan detail tentang “Efektivitas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Melalui Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga Baitul Maal Kota Lhokseumawe”.

C.    Sumber Data
Sumber data adalah benda, hal atau orang tempat peneliti mengambil, membaca, atau bertantya untuk memperoleh informasi. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Data Primer
Data Primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik individu atau perorangan, berupa wawancara secara langsung.[17]
2.      Data Sekunder
Data Sekunder adalah untuk menyusun perspektif teoritik terutama berkaitan dengan teori efektifitas dan peningkatan ekonomi masyarakat miskin di Kota Lhokseumawe untuk memperoleh data pendukung terhadap data primer.



D.    Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1.      Wawancara
Wawancara merupakan kombinasi lisan secara mendalam dengan mengadakan tanya jawab langsung tentang masalah yang akan diteliti dengan pihak Baitul Mal Kota Lhokseumawe.
2.      Observasi
Observasi dalam penelitian ini berupa mengamati dan mencatat secara sistematis tentang Efektifitas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Melalui Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga Baitul Maal Kota Lhokseumawe, yaitu melakukan pengamatan pada saat pemberdayaan, dimana pengamatan dilakukan secara langsung ketika pihak Baitul Mal Kota Lhokseumawe sedang menyerahkan sejumlah uang tunai sebagai modal usaha kepada masyarakat Kota Lhokseumawe.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi Yusuf, Peran nNilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Jakarta: Rabbani Press, 2004

Brata Sumardi Surya, Metodelogi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo, 2006

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 1, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006.

Dzajuli, Aplikasi Konsep Ekonomi Islam, Jakarta: Prenada Media, 2002

Fitriani Sayuti, Hubungan Usaha Baitul Mal Wattamwil (BMT) dengan pendapatan usaha mikro di Kabupaten Aceh Utara, Banda Aceh: AIN Ar Ranira, 2008

Hamid Edy Suandi, Memperkokoh Etonomi Daerah, Yogyakarta: UII Pres, 2011

Harman Glendoh, Pembiayaan dan Pengembangan Usaha Kecil, Jurnal Management & Kewirausahaan, Vol3, No.1, Jakarta:  FE UKP, 2001

Hertanto Widodo, Panduan Praktis Operasional BMT, Bandung: Miza, 1999

Ismuriadi, Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, Lhokseumawe: Universitas Malikussaleh, 2014

Nugraha Ridha, “Manajemen Pembiayaan Panduan Untuk Koperasi Syariah SDM Kementerian Koperasi”, http://hasbullah.multiply.multiplycontent.com, diakses 15 juli 2012

Saefuddin, Studi Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: Media Dakwah, 1984

Sulistyastuti, Ringkasan Teori dan Soal Jawab, Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2002

Situmorang Jannes, Pembangunan Nasional, dan UMKM,   Jakarta: Kementrian KUKM, 2008

Sudarsono Heri, Usaha Mikro Syariah, Jakarta; Prenada Media, 2005

Sutrisno Lestari, Kajian Usaha Mikro, No 2 Dalam Jurnal Koperasi dan UKM, Jakarta: Cipta Pustaka, 2006

Syamsi, Pokok-pokok Organisasi Manajemen, Jakarta: Alfabet, 2003

Umar Husain, Studi Kelayakan Bisnis, Edisi ke II, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997






[1]Lestari Sutrisno, Kajian Usaha Mikro, No 2 Dalam Jurnal Koperasi dan UKM, (Jakarta: Cipta Pustaka, 2006), hal.32.
[2]Ridha Nugraha, “Manajemen Pembiayaan Panduan Untuk Koperasi Syariah SDM Kementerian Koperasi”, http://hasbullah.multiply.multiplycontent.com, diakses 15 juli 2012. hal.20.
[3]Sayuti Fitriani, Hubungan Usaha Baitul Mal Wattamwil (BMT) dengan pendapatan usaha mikro di Kabupaten Aceh Utara, (Banda Aceh: AIN Ar Ranira, 2008), hal.36.
[4]Jannes Situmorang, Pembangunan Nasional, dan UMKM,   (Jakarta: Kementrian KUKM, 2008), hal.120.

[5]Edy Suandi Hamid, Memperkokoh Etonomi Daerah, (Yogyakarta: UII Pres, 2011), hal.150.
[6]Ismuriadi, Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Lhokseumawe: Universitas Malikussaleh, 2014), hal.34.
[7]Syamsi, Pokok-pokok Organisasi Manajemen, (Jakarta: Alfabet, 2003), hal.2.
[8]Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 1, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), hal.573.

[9]Yusuf Qardhawi, Peran nNilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2004), hal.24.
[10]Sulistyastuti, Ringkasan Teori dan Soal Jawab, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2002), hal.53.
[11]Saefuddin, Studi Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Media Dakwah, 1984), hal.19-105.

[12] Husain Umar, Studi Kelayakan Bisnis, Edisi ke II, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal.23.
[13]Heri Sudarsono, Usaha Mikro Syariah, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal.62.

[14]Dzajuli, Aplikasi Konsep Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2002), hal.251.
[15]Widodo Hertanto, Panduan Praktis Operasional BMT, (Bandung: Miza, 1999), hal.39.

[16]Glendoh Harman, Pembiayaan dan Pengembangan Usaha Kecil, Jurnal Management & Kewirausahaan, Vol3, No.1, (Jakarta:  FE UKP, 2001), hal.327.
[17]Sumardi Surya Brata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), hal.49.