EFEKTIFITAS PEMBERDAYAAN USAHA
MIKRO, KECIL DAN
MENENGAH (UMKM) MELALUI PEMBIAYAAN DENGAN
PRINSIP BAGI HASIL
OLEH LEMBAGA BAITUL
MAL KOTA LHOKSEUMAWE
PROPOSAL
Diajukan Oleh :
CUT ERNA
Mahasiswa Jurusan Syariah
Prodi : Ekonomi Islam
Nim : 111205417
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE
2014 / 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sejalan dengan pesatnya
Kemajuan ekonomi bisnis didunia pada umumnya dan pada khususnya, bisnis
perbankan tumbuh menjadi semakin beraneka ragam jenisnya. Beraneka ragam pula
jasa-jasa dan semakin canggih pula fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh Bank,
Sehingga banyaknya lembaga keuangan yang tersebar di Lhokseumawe, yang
merupakan belum mencapainya kondisi yang ideal
jika diamati secara teliti. Hal ini terlihat dari banyaknya lembaga keuangan
mikro yang hanya mengejar target pendapat masing-masing, sehingga tujuan yang
lebih besar sering terabaikan, khususnya dalam pengembangan ekonomi masyarakat
bawah. Padahal, lembaga keuangan mikro mempunyai posisi strategis dalam
pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah. Dalam kondisi yang demikian inilah
Baitul Mal Kota Lhokseumawe muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat
kelas bawah.
Partisipasi
dari
seluruh elemen dinegara sangat diperlukan, baik pemerintah, masyarakat Kota
Lhokseumawe, dunia usaha, serta lembaga keuangan dalam mewujudkan tujuan
tersebut. Krisis ekonomi yang mendera bangsa kita mulai pertengahan 1997 hingga
beberapa tahun ini yang kemudian berkembang menjadi resiko kerentuhan yang
besar dikala krisis melanda. Hal ini
terbukti dengan banyaknya kegiatan usaha skala besar yang harus gulung tikar dengan
meningalkan beban pengangguran yang tidak sedikit. Peristiwa ini membuka mata
pemerintah Indonesia berkaitan dengan timpangnya struktur usaha (industi) yang terlalu memihak pada
industri besar. Disisi lain, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang
tumbuh ditengah masyarkat secara spontan justru menunjukan daya tahan yang lebih tinggi dan menjadi
penyangga kehidupan jutaan jiwa Penduduk Kota Lhoksemawe. Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dari perkonomian suatu
Negara ataupun daerah. Pada awalnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dilihat
hanya sebagai sumber penting kesempatan kerja dan motor penggerak utama dalam
pembangunan ekonomi didaerah Kota Lhokseumawe.[1]
Kegiatan Usaha Mikro,
kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang dapat
berkembang dan konsisten dalam perekonomian
Kota Lhokseumawe. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi wadah yang
baik bagi penciptaan lapangan pekerjaan yang produktif. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan usaha
yang bersifat padat karya, tidak membutuhkan persyaratan tertentu seperti
tingkat pendidikan, keahlian (keterampilan) pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit serta teknologi yang
digunakan cenderung sederhana. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih
memegang peranan penting dalam perbaikan perekonomian di Kota Lhokseumawe, baik
ditinjau dari segi jumlah usaha, segi penciptaan lapangan kerja, maupun dari
segi pertumbuhan ekonomi. Melihat
kedudukannya yang cukup strategis,
lembaga Baitul Mal Kota Lhokseumawe diharapkan mampu menjadi pilar penyangga
utama sistem ketahanan ekonomi masyarakat Kota Lhokseumawe.
Dari kenyataan
tersebut, Baitul Mal memerlukan strategi yang tepat untuk merumuskan solusi “Efektifitas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil
Dan Menengah (UMKM) Melalui Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga
Baitul Maal Kota Lhokseumawe”, Strategi itu diharapkan menjadi salah satu
alat untuk membangun kembali kekuatan ekonomi rakyat yang berakar pada
masyarakat dan mampu memperkokoh sistem perkonomian Kota Lhokseumawe, sehingga
problem kemiskinan dan tuntutan kesejahteraan ekonomi di masyarakat secara berangsur-angsur
dapat teratasi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Efektifitas Penerapan dan
Mekanisme Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Melalui
Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga Baitul Mal Kota Lhokseumawe ?
2.
Apakah Efektifitas Pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Dengan Pembiayaan Prinsip Bagi Hasil Yang Dilakukan
Oleh Lembaga Baitul Mal Kota Lhokseumawe Sudah Efektif ?
C.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitan yang penulisan lakukan ini adalah:
a) Mengetahui
lebih jelas Kontribusi pemberdayaan
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui pembiayaan dengan prinsip bagi
hasil oleh Lembaga Baitul Mal Kota Lhokseumawe.
b) Mengetahui
prosedur efektifitas penerapan dan mekanisme pemberdayaan usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM) yang dilakukan oleh
lembaga baitul dalam peningkatan pendapatan.
2.
Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian
ini diharapkan dapat membawa daya guna bagi kedua belah pihak yang berkaitan,
yakni sebagai berikut:
a) Manfaat
Secara Praktis
1) Sebagai
bahan masukan dari pertimbangan bagi mahasiswa syari’ah dan sebagai referensi
penelitian selanjutnya.
2) Dapat
menambah wawasan penulis dalam mendalami hasil penelitian.
3) Dapat
meningkatkan penilaian efektifitas yang sudah disalurkan kepada usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM).
b) Manfaat
Secara Teoritis
1) Sebagai
upaya untuk membandingkan teori yang penulis peroleh di bangku kuliah dengan
kenyataan yang terjadi.
2) Dapat
dijadikan sebgai penguatan referensi
yang penulis ambil dari para ahli seperti buku yang berhubungan dengan masalah
yang penulis teliti.
3) Untuk
menambah pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian ilmiah yang berhubungan dengan penelitian.
D.
Definisi
Operasional
Untuk menghindari
terjadinya kekeliruan dalam menafsirkan arti atau makna dari istilah yang
digunakan dalam proposal penelitian ini, maka dipandang perlu penjelasan
istilah-istilah yang dianggap penting agar tidak menimbulkan salah pengertian. Adapun
istilah yang dipandang perlu dijelaskan adalah:
1.
Efektifitas
Efektifitas berasal
dari kata efektif yang berarti ada
efeknya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya). Menurut kamus ensiklopedia
Indonesia efektifitas adalah menunjukkan taraf terciptanya suatu tujuan,
sehingga efektifitas berarti suatru tahapan untuk mencapai tujuan sebagaimana
yang diharapkan.
2.
Pemberdayaan
Pemberdayaan berasl
dari kata “daya” yang mendapat awalan ber, yang menjadi kata “berdaya” artinya
memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki
kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai
daya, dan kekuatan.
3.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro adalah
usaha produktif milik orang
perorangan dan badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 termasuk tanah dan bangunna tempat usaha
atu mermiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00
Usaha Kecil adalah
usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimilik, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau besar yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.
50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
Usaha Menengah adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri
sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang yang diiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usha kecil atau usaha besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan yakni dengan
kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500..000.000,00 sampai dengan
paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.
4.
Baitul Mal
Menurut bahasa, Baitul
Mal memiliki arti Baitul, artinya rumah atau bangunan dan Maal artinya harta.
Dapat dikatakan Baitul Maal adalah rumah untuk menyimpan harta. Sesuai dengan
namanya, Baitul Maal digunakan sebagai tempat untuk menyimpan harta-harta
pendapatan kaum muslim pada zaman dulu.
5.
Pembiayaan
Secara etimologi
pembiayaan berasal dari kata biaya, yaitu membiayai kebutuhan usaha.[2]
Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah No. 06/per/M.KUKM/I/2007 tentang petunjuk teknis program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro pola syariah bahwa pembiayaan adalah kegiatan
penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara koperasi
dengan anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya yang mewajibkan
penerimaan pembiayaan itu untuk melunasi pokok pembiayaan yang diterima kepada
pihak koperasi sesuai akad dengan pembayaran sejumlah bagian hasil dari
pendapatan atau laba dari kegiatan yang dibiayai atau penggunaan dana
pembiayaan tersebut.
E.
Kajian
Terdahulu
1.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya oleh Sayuti Fitriani (2008) dalam penelitian yang berjudul
“Hubungan Kredit Usaha Baitul Mal dengan Pendapatan Usaha Mikro di Kabupaten
Aceh Utara, dalam penelitian tersebut ia mengungkapkan bahwa lembag keuangan syariah
seperti Baitul Mal dapat membangun keswadayaan masyarakat dan pengorganisasian
kelembagaan LKM syariah dan kelompok-kelompok usaha mikro yang mandiri,
berkelanjutan dan menepatkan akses yang lebih mudah sehingga masyarakat miskin
dan usaha mikro mampu menjangkau peluang, mengembangkan sumber daya manusia dan
sumber daya ekonomi masyarakat miskin dan usaha mikro serta lembaga-lembaga
pendukung pengembangannya dan mendorong terwujudnya kebijakan publik yang mendukung pada peningkatan
akses masyarakat miskin dan usaha mikro kepada sumber daya ekonomi melalui
pengembangan lembaga keuangan syariah. Mengembangkan lembaga-lembaga pendukung Infrastruktur dalam pengembangan
kualitas dan kuantitas lembaga keuangan serta layanan pengembangan usaha mikro
mengembangkan pemberdayaan sosial masyarakat yang terpadu dalam aspek usaha
ekonomi Produktif (UEP), dan usha
kesejahteraan sosial (UKS) pada berbagai kelompok masyarakat.[3]
2.
Jannes Situmorang (2008) mengemukakan
bahwa iklim usaha yang tidak kondusif dapat
mempengaruhi produktifitas Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek
kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) seperti rendahnya kualitas SDM
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari aspek pendidikan dan pengetahuan
tentang inovasi di bidang produksi, kesulitan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) untuk mengembangkan sektor permodalan mereka sehingga kecil sekali
peluang untuk meningkatkan investasi mereka, rendahnya kualitas produk
teknologi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam memperbaiki kualitas
produk mereka, serta kelemahan akses terhadap pasar sebagai akibat dari
kurangnya kemampuan dalam menangkap informasi pasar.[4]
3.
Edy Suandi Hamid (2011) menggali
berbagai informasi yang berkaitan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) dalam rangka memberi rekomendasi pengambilan
kebijakan pengembangannya. Permasalahan yang diperoleh diantaranya yaitu
kesulitan dalam memperluas pangsa pasar, terbatasnya ketersedian sumber dana
untuk pengembagan usaha, kurangnya kemampuan SDM dalam melakukan inovasi serta keterbatasan teknologi,
kelemahan dalam membeli bahan baku serta peralatan produksi, kondisi ekonomi
dan infrastruktur yang buruk.[5]
4.
Ismuriadi (2009) dalam penelitian yang
berjudul “Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat”,
Menyatakan bahwa usaha mikro merupakan usaha yang banyak dijalankan oleh
masyarakat kalangan bawah, siapapun dapat memasuki usaha mikro dengan modal
yang relatif kecil tanpa keahlian khusus. Perspektif
lama menyatakan bahwa masyarakat kecil dianggap tidak akan mampu melakukan
kegiatan usaha finansial dengan
menerapkan prinsip ekonomi yang menguntungkan, menurut berpandangan semacam ini
kegiatan finansial usaha mikro
merupakan aktifitas ekonomi recehan yang tidak ekonomis dan sulit untuk mendapatkan keuntungan, Oleh karena itu
pemberian jasa finansial bagi usaha
miskin lebih dipandang sebagai usaha sosial yang tidak dapat berjalan sesuai
ekonomi masyarakat miskin ini mengakibatkan munculnya kebijakan yang mengabaikan berkembangnya pembiayaaan
bagi usaha mikro.[6]
BAB
II
Landasan
Teoritis
A.
Konsep
Efektivitas
1. Efektivitas
Efektivitas berasal
dari kata “efektif” yang mengandung
pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan
hasil yang sengaja dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
(view point).[7]
Efektivitas dalam arti
tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan
sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang
telah direncanakan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat
efektifitas dapat digunakan rumusan sebagai berikut:
a) Jika
Output Aktual berbanding Output yang ditargetkan lebih besar atau
sama dengan satu, maka akan tercapai efektivitas.
b) Jika
Output Aktual berbanding Output yang ditargetkan kurang dari pada
satu, maka efektivitas tidak tercapai.
2. Efektivitas
Dalam Ekonomi Islam
Dalam kajian ekonomi
islam, efektivitas yang ditekankan adalah terciptanya pemerintah dsitribusi
pendapatan dan bagaomana sebenarnya kepedulian agama islam terhadap fakir
miskin, seperti tercantum dalam Surat Al-Hasyr
Ayat 7.
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 w tbqä3t P's!rß tû÷üt/ Ïä!$uÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
Artinya: “Apa
saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk
rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya
saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.[8]
(QS Al-Hasyr 7)
Menurut Yusuf Qardhawi,
Sistem Ekonomi Islam tidak berbeda dengan sistem ekonomi lainnya, dari segi
bentuk, cabang, rincian, dan cara pengaplikasian yang beraneka ragam, tapi
menyangkut gambaran global yang mencakup pokok-pokok tujuan, kaidah-kaidah
pasti, arahan-arahan. Prisip yang mencakup sebagian cabang penting yang
bersifat spesifik ada perbedaannya.
Hal itu karena sistem islam selalu menetapkan secara global dalam
masalah-masalah yang mengalami perubahan karena perubahan lingkungan dan zaman.
Sebaliknya menguraikan secara rinci pada masalah-masalah yang tidak mengalami
perubahan.[9]
3. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Efektivitas
Berdasrkan
pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang telah ditemukan sebelumnya,
maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
organisasi adalah sebagai berikut:
a) Adanya
tujuan yang jelas
b) Struktur
organisasi
c) Adnya
dukungan atau partisipasi masyarakat
d) Adanya
sistem nilai yang di anut organisasi akan berjalan terarah jika memliki tujuan
yang jelas.
B.
Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
1. Pengertian
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) memiliki definisi yang berbeda pada setiap literatur menurut beberapa
instansi atau lembaga bahkan Undang-Undang. Sesuai dengan Undang nomor 20
tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) didefinisikan
sebagai berikut:
a) Usaha
Mikro adalah usaha produktif milik
orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
b) Usaha
Kecil adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan uasa yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
c) Usaha
Menengah adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 Pasal 6
1) Kriteria
Usaha Mikro yaitu:
·
Memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
·
Memiliki hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp 300.000.000,00
2) Kriteria
Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
·
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, atau
·
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp 300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00
Sedangkan Kriteria Usaha Menengah
sebagai berikut:
·
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, atau
·
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp 2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00
2. Karakteristik
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Sulistyastuti menyebutkan
ada empat alasan yang menjelaskan posisi
strategi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia Ssebgai
berikut:[10]
a) Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana
perusahaan besar sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit usaha besar.
b) Tenaga
kerja yang diperlukan tidak menuntut pendidikan formal tertentu.
c) Sebagian
besar berlokasi di peedesaan dan tidak memerlukanInfrastruktur sebagaimana
perusahaan besar.
d) Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti memiliki ketahanan yang kuat ketika
Indonesia dilanda Krisis Ekonomi.
3. Kontribusi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kota Lhokseumawe
Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) di Kota Lhokseumawe memiiki peranan penting dalam perekonomian,
terutama dalam kontribusinya terhadap pembiayaan. Mengingat pentingnya peranan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di bidang ekonomi, sosial, dan politik,
maka saat ini perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diberi
perhatian cukup besar di berbagai belahan jiwa.
Kegiatan penyaluran
dana dalam bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil merupakan perwujudan
nilai dasar dari sistem hukum ekonomi islam, yaitu kerja sama antara pemilik
modal atau uang dengan pengusaha yang mempunyai keahlian, keterampilan atau
tenaga dalam melaksanakan unit-unit ekonomi atau usaha.[11] Pemberian pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menggunakan prosedur umum
pembiayaan, mulai dari pengajuan disertai dengan penyertaan dokumen-dokumen
yang diperlukan, terlebih karena pemberian pembiayaan adalah kepada suatu badan
hukum.
4. Peranan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Bidang Ekonomi Masyarakat Kota
Lhokseumawe
Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang strategis
dalam pembangunan ekonomi masyarakat Kota Lhokseumawe. Selain berperan
dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diharapkan mampu memanfaatkan sumber
daya Nasional, termasuk pemanfaatan
tenaga kerja yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan mencapai pertumbuhan
ekonomi yang maksimum.
5.
Peranan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) di Bidang Sosial Masyarakat Kota Lhokseumawe
Sulistyastuti (2004)
berpendapat bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mampu memberikan
manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di Kota
Lhokseumawe. Peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa
bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan
lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu usaha kecil juga menyediakan
bahan baku atau jasa bagi usaha menegah dan besar, termasuk pemerintah lokal.
Tujuan sosial dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah untuk
menciptakan tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar
rakyat.
C.
Gambaran
Umum Baitul Mal Kota Lhokseumawe
1.
Sejarah Singkat Baitul Mal Kota
Lhokseumawe
Baitul Mal merupakan
konsep yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam pemberdayaan ekonomi
umat, di Indonesia Baitul Mal mulai mendapat peran yang trategi membiayai Usaha Mikro sejak dirintisnya Pusat Inkubasi
Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) yang didirikan pada tanggal 13 Maret 1995 di
Jakarta Oleh ketua Umum ICMI K. H. Hasan Basri (Alm). Prof. DR. B.J. Habibie,
Zainul Bahal Noor, S. E. Ketua Umum MUI direktur utama Bank Muamalat. PINBUK
didirikan karena adanya tuntutan yang cukup kuat dari masyarakat yang
menginginkan adanya perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat
yang pada tahun 1995 dikuasai oleh beberapa gelintir golongan tertentu,
utamanya dari ekonomi Konglomersi kepada
ekonomi yang berbasis masyarakat banyak.
Baitul Mal adalah
lembaga swadaya masyarakat, dalam pengertian didirikannya dan dikembangkan oleh
masyarakat. Pendirian biasanya dilakukan dengan menggunakan sumber daya,
termasuk dana atau modal dari masyarakat setempat itu sendiri. Pendirian Baitul
Mal memang sering dibantu oleh pihak luar masyarakat lokal, namun dapat disebut
sebagai bantuan teknis, bantuan
teknis biasanya bersifat Konsepsional
atau Stimulan, umumnya dilembaga atau
asosiasi yang peduli Baitul Mal atau masalah Pemberdayaan Ekonomi Rakyat.[12]
Secara geografis
pemerintah Kota Lhokseumawe terletak pada posisi 040 54018’
LU 96020’ BT yang diapit oleh selat malaka dan menempati bagian
tengah Kabupaten Aceh Utara dengan luas 181.06 Km2. Lokasi Baitul
Mal terletak di Islamic Center (Al-Markazul
Islami) Jalan T. Hamzah Bendahara Kota Lhokseumawe.
Lahirnya Undang-undang
no 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh lebih mempertegas nuansa otonomi
yang bersifat khusus dan berbeda dibandingkan dengan Undang-Undang nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Hal ini terkait dengan karakter sejarah
perjuang masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang yang tinggi dan
bersumber dari pandangan hidup yang berdasarkan syariat islam. Kehidupan demikian
menghendaki adanya implementasi format terhadap penegakkan syariat islam.
Adapun tujuan penyusun Qanun tentang Baitul Mal adalah terciptanya salah satu
kepastian hukum yang mengatur tentang pengelolaan zakat, harta wakaf dan harta
agama oleh lembaga formal yang disebut Baitul Mal.
2.
Fungsi dan Tujuan Pendirian Baitul Mal
Kota Lhokseumawe
Badan Baitul Mal Kota Lhokseumawe
mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan pengelolaan zakat dan pemberdayaan
harta agama secara dengan hukum syariat islam, Jadi Baitul Mal tidak hanya
mengelola zakat saja, tetapi juga bertugas memberdayakan harta agama lainnya
misalnya harta wakaf, dan harta hibah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok
tersebut maka Baitul Mal memiliki
fungsi:
a) Pengumpulan
Zakat
b) Penyaluran
Zakat
c) Pendataan
Muzzaki dan Mustahik
d) Penelitian
Tentang Harta Agama
e) Pemanfaatan
Harta Agama
f) Peningkatan
Kualitas Harta Agama
g) Pemberdayaan
Harta Agama sesuai dengan Hukum Syariat Islam
3.
Urgensi Pembiayaan Baitul Mal Untuk
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Dilihat secara sepintas
Baitul Mal merupakan lembaga keuangan yang mirip dengan Bank, dimana ia dapat
mengumpulkan dana dari masyarakat dengan produk simpanan tabungannya, lalu
menyalurkan dana tersebut melalui pembiayaan-pembiayaan. Namun karena landasan Filosofi dan ruang lingkup kerjanya
berbeda jauh dari Bank, Maka Baitul Mal merupaka Lembaga Keuangan Mikro Syariah
yang memiliki karakteristik tersendiri.[13]
Secara Konseptual, Baitul Mal
memiliki fungsi lebih mengarah kepada usaha-usaha pengumpulan dana penyaluran
dana non profit seperti zakat, infak,
dan shadakah, serta mengoptimalkan distrubusinya sesuai dengan peraturan dan
amanah.[14]
4.
Prosedur Penyaluran Pembiayaan Baitul
Mal Terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Pembiayaan Baitul Mal
adalah pemindahan dana kepada para peminjam didasarkan kepada kepercayaan
antara kedua belah pihak dan berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam hutang
atau pinjam setelah jangka waktu tertuntu, bahkan dengan jumlah bagi hasil yang
telah ditetapkan atau disepakati, karena dalam pemberian pembiayaan mengandung
resiko, pihak Baitul Mal harus aktif
dalam memilih nasabah yaitu dengan penilaian dari prinsip-prinsip dalam
pemberian kredit terdiri dari :
a) Character/Watak
Character
adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini calon debitur
b) Capacity/Kemampua
Capacity
adalah kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit dihubungkan dengan
kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya mencari laba, sehingga pada
akhirnya, dan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan
c)
Capital/Modal
Capitala
adalah sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan
dibiayai oleh Bank
d) Condition Of Ekonomic/Kondisi
Ekonomi
Dalam menilai kredit hendaknya juga
dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk masa yang akan datang sesuai dengan
sektor masing-masing.[15]
Kebanyakan Baitul Mal
mampu dan bersedia membiayai usaha-usah baru yang sedang tumbuh
dilingkungannya, hal semacam ini sangat jarang dikatakan oleh perbankan, baik
yang konvensional maupun syariah. Perbankan biasanya lebih
berminat membiayai usaha yang sudah mapan.[16]
BAB
II
Metode
Penelitian
A.
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian
merupakan tempat atau saran untuk memperoleh data penelitian yaitu yang
beralokasi di Baitul Mal Kota Lhokseumawe, Lokasi ini dipilih berdasrkan
pengamatan bahwa Baitul Mal Kota Lhokseumawe mengelola masalah “Efektivitas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil
Dan Menengah (UMKM) Melalui Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga
Baitul Maal Kota Lhokseumawe”. Hal inilah yang mendorong penulis untuk
melakukan penelitian.
B.
Jenis
dan Pendekatan Penelitian
Pada Penelitian Ini,
penelitian yang menjadi Instrumen
utamanya. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana,
pengumpulan, dan menganalisa data, penarik kesimpulan, dan pembuat laporan.
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research).
Adapun sifat penelitian
ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu
penelitian yang berusaha menggambarkan, dan mengiterprestasikan kondisi
hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung,
akibat yang sedang terjadi atau kecenderungan yang sedang berkembang. Dalam
penelitisn ini adalah menggambarkan dengan detail tentang “Efektivitas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Melalui
Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga Baitul Maal Kota
Lhokseumawe”.
C.
Sumber
Data
Sumber data adalah
benda, hal atau orang tempat peneliti mengambil, membaca, atau bertantya untuk
memperoleh informasi. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.
Data Primer
Data Primer adalah data yang didapat dari
sumber pertama baik individu atau perorangan, berupa wawancara secara langsung.[17]
2.
Data Sekunder
Data Sekunder adalah untuk menyusun perspektif teoritik terutama berkaitan
dengan teori efektifitas dan peningkatan ekonomi masyarakat miskin di Kota
Lhokseumawe untuk memperoleh data pendukung terhadap data primer.
D.
Teknik
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini
penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1.
Wawancara
Wawancara merupakan
kombinasi lisan secara mendalam dengan mengadakan tanya jawab langsung tentang
masalah yang akan diteliti dengan pihak Baitul Mal Kota Lhokseumawe.
2.
Observasi
Observasi dalam
penelitian ini berupa mengamati dan mencatat secara sistematis tentang Efektifitas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan
Menengah (UMKM) Melalui Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Oleh Lembaga
Baitul Maal Kota Lhokseumawe, yaitu melakukan pengamatan pada saat
pemberdayaan, dimana pengamatan dilakukan secara langsung ketika pihak Baitul
Mal Kota Lhokseumawe sedang menyerahkan sejumlah uang tunai sebagai modal usaha
kepada masyarakat Kota Lhokseumawe.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qardhawi
Yusuf, Peran nNilai dan Moral dalam
Perekonomian Islam, Jakarta: Rabbani Press, 2004
Brata Sumardi Surya, Metodelogi Penelitian, Jakarta: Raja
Grafindo, 2006
Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemahan, Juz 1, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006.
Dzajuli, Aplikasi Konsep Ekonomi Islam, Jakarta: Prenada Media, 2002
Fitriani
Sayuti, Hubungan Usaha Baitul Mal
Wattamwil (BMT) dengan pendapatan usaha mikro di Kabupaten Aceh Utara,
Banda Aceh: AIN Ar Ranira, 2008
Hamid Edy Suandi, Memperkokoh Etonomi Daerah, Yogyakarta:
UII Pres, 2011
Harman
Glendoh, Pembiayaan dan Pengembangan
Usaha Kecil, Jurnal Management & Kewirausahaan, Vol3, No.1,
Jakarta: FE UKP, 2001
Hertanto Widodo, Panduan Praktis Operasional BMT,
Bandung: Miza, 1999
Ismuriadi,
Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam
Pemberdayaan Ekonomi Umat, Lhokseumawe: Universitas Malikussaleh, 2014
Nugraha
Ridha, “Manajemen Pembiayaan Panduan
Untuk Koperasi Syariah SDM Kementerian Koperasi”, http://hasbullah.multiply.multiplycontent.com, diakses 15
juli 2012
Saefuddin, Studi Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: Media Dakwah, 1984
Sulistyastuti,
Ringkasan Teori dan Soal Jawab,
Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2002
Situmorang
Jannes, Pembangunan Nasional, dan UMKM, Jakarta: Kementrian KUKM, 2008
Sudarsono Heri, Usaha Mikro Syariah, Jakarta; Prenada
Media, 2005
Sutrisno
Lestari, Kajian Usaha Mikro, No 2 Dalam
Jurnal Koperasi dan UKM, Jakarta: Cipta Pustaka, 2006
Syamsi, Pokok-pokok Organisasi Manajemen, Jakarta: Alfabet, 2003
Umar
Husain, Studi Kelayakan Bisnis, Edisi
ke II, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997
[1]Lestari Sutrisno, Kajian Usaha Mikro, No 2 Dalam Jurnal Koperasi
dan UKM, (Jakarta: Cipta Pustaka, 2006), hal.32.
[2]Ridha Nugraha, “Manajemen Pembiayaan Panduan Untuk Koperasi
Syariah SDM Kementerian Koperasi”, http://hasbullah.multiply.multiplycontent.com, diakses 15 juli 2012. hal.20.
[3]Sayuti Fitriani, Hubungan Usaha Baitul Mal Wattamwil (BMT)
dengan pendapatan usaha mikro di Kabupaten Aceh Utara, (Banda Aceh: AIN Ar
Ranira, 2008), hal.36.
[4]Jannes Situmorang, Pembangunan Nasional, dan UMKM, (Jakarta: Kementrian KUKM, 2008), hal.120.
[5]Edy Suandi Hamid, Memperkokoh Etonomi Daerah, (Yogyakarta:
UII Pres, 2011), hal.150.
[6]Ismuriadi, Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Lhokseumawe:
Universitas Malikussaleh, 2014), hal.34.
[7]Syamsi, Pokok-pokok Organisasi Manajemen, (Jakarta: Alfabet, 2003), hal.2.
[8]Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan,
Juz 1, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), hal.573.
[9]Yusuf Qardhawi, Peran nNilai dan Moral dalam Perekonomian
Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2004), hal.24.
[10]Sulistyastuti, Ringkasan Teori dan Soal Jawab,
(Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2002), hal.53.
[11]Saefuddin, Studi Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Media Dakwah, 1984),
hal.19-105.
[12] Husain Umar, Studi Kelayakan Bisnis, Edisi ke II,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal.23.
[13]Heri Sudarsono, Usaha Mikro Syariah, (Jakarta: Prenada
Media, 2005), hal.62.
[14]Dzajuli, Aplikasi Konsep Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2002),
hal.251.
[15]Widodo Hertanto, Panduan Praktis Operasional BMT,
(Bandung: Miza, 1999), hal.39.
[16]Glendoh Harman, Pembiayaan dan Pengembangan Usaha Kecil,
Jurnal Management & Kewirausahaan, Vol3, No.1, (Jakarta: FE UKP, 2001), hal.327.
[17]Sumardi Surya Brata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2006), hal.49.